Salah satu tugas dari HRD adalah berhubungan dengan penentuan dan proses penggajian karyawan sebuah kantor. Saat menetapkan atau negosiasi gaji, HRD kadang berpedoman pada aturan dari pemerintah yang berlaku seperti UMP, UMR, dan UMK. Seorang HRD perlu mengetahui perbedaan UMP UMK dan UMR ini, sehingga dapat dengan tepat memilih acuan gaji karyawan.
Secara harfiah, ketiga terminologi ini merupakan sebuah singkatan. UMR adalah Upah Minimum Regional, UMP adalah Upah Minimum Provinsi, dan UMK adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota. Ketiganya memiliki perbedaan dan aturan penggunaannya masing-masing. Seharusnya dari kepanjangan singkatan tersebut kita sudah mengetahui perbedaan UMP UMK dan UMR ya.
UMR sendiri adalah istilah yang dulu digunakan untuk menggambarkan upah minimum yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja di suatu daerah tertentu. Pemerintah daerah menetapkan UMR berdasarkan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup layak di daerah tersebut. Namun, regulasi terbaru sudah tidak lagi menggunakan istilah UMR dan telah menggantinya dengan istilah lain untuk memberikan kejelasan yang lebih baik terkait tingkat upah minimum di masing-masing daerah.
Pihak berwenang melakukan pergantian istilah dari UMR menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota).
Baca Juga : Bagaimana HRD Menentukan Gaji Karyawan
Mengutip dari laman Hukumonline, maka untuk menetapkan batas bawah gaji karyawan, lingkup keberlakuan ketentuan UMK lebih khusus dari UMP. Ini berarti, ketentuan mengenai UMP berlaku bagi seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi apabila kabupaten-kabupaten/kota-kota di provinsi tersebut belum ada pengaturan mengenai UMK masing-masing kabupaten/kota.
Sedangkan, jika dalam suatu kabupaten/kota sudah terdapat ketentuan mengenai UMK (yang jumlahnya harus lebih besar dari UMP), maka yang berlaku bagi perusahaan untuk memberikan upah bagi pegawainya adalah ketentuan UMK.
Perlu dicatat bahwa perusahaan yang beroperasi di suatu provinsi wajib membayar upah karyawan minimal sebesar UMP yang berlaku di provinsi tersebut. Jika perusahaan beroperasi di beberapa kabupaten/kota, mereka juga harus mempertimbangkan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) yang mungkin lebih tinggi dari UMP. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan ini bisa berakibat pada sanksi hukum dan denda bagi perusahaan.
Bagi perusahaan, memahami perbedaan antara UMR, UMP, dan UMK sangat penting untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi ketenagakerjaan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk selalu mengikuti pembaruan regulasi terkait upah minimum dan menyesuaikan kebijakan upah mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai upaya memastikan bahwa karyawan menerima upah yang sesuai dengan regulasi. [dikutip dari berbagai sumber]